Hukum Menjual dan Mengkonsumsi Kue Ultah Bertulis Ayat Al-Qur'an
إعانة الطالبين ج١ص٦٩
ويحرم بلع ما كتب عليه قران لملاقاته للنجاسة وقال سم لا يقال إن الملاقاة في الباطن لا تنجس لأنا نقول فيه امتهان وإن لم ينجس كما لو وضع القرآن على نجس جاف يحرم مع أنه لا ينجس
"Haram menelan sesuatu yang mengandung Al-Qur’an karena akan bercampur dengan najis. Syaikh Sulaiman Bujairimi berkata: "Pertemuan tulisan itu di dalam perut tidak bisa di katakan membuatnya najis karena menurut kami demikian itu terkandung penghinaan sekalipun tidak menjadi najis. Hal ini serupa dengan peletakan Al-Qur’an di atas benda najis yang telah kering sebagai tindakan haram meski tidak membuat Al-Qur’an menjadi najis".
Namun Imam Ramli dan Ibnu Hajar dalam hal ini berpendapat boleh:
إعانة الطالبين ج١ص٦٩
وقال في النهاية وإنما جوزنا أكله لأنه لا يصل إلى الجوف إلا وقد زالت صورة الكتابة اه ومثله في التحفة وزاد فيها ولا تضر ملاقاته للريق لأنه ما دام بمعدنه غير مستقذر
“Dalam An-Nihayah Imam Ramli berkata: "Kami membolehkan menelannya karena tulisan Al-Qur’an itu takkan sampai ke dalam perut kecuali bentuk tulisannya telah hilang. Serupa dengan pandangan ini adalah komentar Syekh Ibnu Hajar di Tuhfah. Ia menambahkan di dalamnya, pertemuan tulisan Al-Qur’an dan air liur tidak masalah karena air liur itu selama berada di dalam tubuh bukan barang kotor".
Kalau menelannya kita ikut pendapat yang pertama ( tidak boleh ) maka membuat atau Menjualnya juga tidak boleh
سلم التوفيق ص ٥٩
وَيَحْرُمُ بَيْعُ الشَّئْ ِالْحَلالِ الطَّاهِرِ عَلَى مَنْ تُعُلِّمَ أَنَّهُ يُرِيْدُ أَنْ يَعْصِيَ بِهِ كَبَيْعِ َنْحِو عِنَبٍ لِمَنْ يَتَّخِذُهُ خمَرْاً وَلَوْ لِكَافِرٍ وَسِلاحٍ لِمَنْ يَقْتُلُ بِهِ نَفْسَهَ أَوْ غَيْرَهُ قَتْلا مُحَرَّمًا إلى أن قال وَمَحَلُّ تَحْرِيْمِ بَيْعِ ذَلِكَ لِمَنْ ذُكِرَ إِذَا تّحَقَّقَ أَوْ ظُنَّ أَنَّهُ يَفْعَلُ ذَلِكَ فَإِنْ شُكَّ فِيْهِ أَوْ تَوَهُّمُهُ فَالْبَيْعُ مَكْرُوْهٌ وَهَذَا لا يَقْتَضِي الْبُطْلانَ إِلا إِذَا بَاعَ السِّلاح لِحَرْبِيٍّ وَإِنَّمَا حُرِمَ هَذَا الْبَيْعُ يَتَسَبَّبُ فِى الْحَرَامِ فَكَانَ تَصَرُّفٌ يُؤَدِّى إِلَى مَعْصِيَّةٍ حَرَامٍ كَمَا أَفَادَ ذَلِكَ الشَّرْقَاوِى اهـ
Haram menjual suatu yang halal dan suci pada orang yang diketahui akan mempergunakannya untuk maksiat seperti menjual buah anggur pada orang yang hendak menjadikannya minuman keras meskipun pada orang kafir, menjual pisau pada orang yang hendak menjadikannya sebagai alat membunuh dirinya atau orang lain dengan pembunuhan yang diharamkan, Keharaman itu bila diyakini atau diduga kuat barang yang ia jual akan dijadikan sarana untuk maksiat tapi bila ragu-ragu atau sekedar mengira-ngira maka makruh, meskipun jualannya haram bukan berarti tidak sah kecuali saat ia menjual pedang pada kafir harbi. Keharaman di atas karena sama halnya dirinya ikut andil dalam menfasilitasi terjadinya hal yang haram sementara semua tindakan yang mengakibatkan terjadinya maksiat hukumnya haram, hal ini diungkapkan oleh As-Syarqawy.
Komentar
Posting Komentar