Ini Bedanya Ratibul Haddad, Ratibul Atthas dan Istighosah


A: Cak Rijal, kenapa ada himbauan membaca Ratibul Haddad, Ratibul Atthas, juga istighosah, di saat ada wabah seperti ini?

Rijal: Ratib itu susunan wirid, dzikir, yang mu'tabar baik berdasarkan ayat Al-Qur'an maupun dzikir yang ma'tsur dari Rasulullah. Keduanya dinisbatkan pada nama penyusunnya. Sayyid Abdullah bin Alawi al-Haddad (1634-1719), seorang waliyullah sekaligus penulis kitab yang produktif. Beliau difabel, buta sejak usia 3 tahun, tapi Allah menganugerahkan mata batin yang sangat tajam dan kecerdasan otak yang sangat luar biasa. Susunan dzikir beliau disebut dengan Ratibul Haddad. Beliau menyusunnya di saat kegentingan melanda negerinya. Sehingga dengan susunan dzikir ini umat bisa bermunajat dengan tenah memohon kondusifitas negerinya.

Sedangkan Ratibul Atthas, sesuai namanya, dinisbatkan pada penyusunnya, Habib Umar bin Abdurrahman al-Atthas (1572-1652 M) yang juga berasal dari Hadramaut, Yaman. Beliau menyusun bacaan dzikir ini di saat suasana mencekam karena kekacauan dan ketidaktentraman. Sehingga diharapkan agar Allah memulihkan kondisi seperti sedia kala.

Adapun istighosah, merupakan susunan bacaan dzikir berdasarkan upaya KH. Romly Tamim, Rejoso, Jombang, untuk memohon perlindungan dan pertolongan kepada Allah SWT.

Ketiganya baik dan sangat bagus dibaca di saat kondisi wabah Corona seperti ini. Di kalangan Bani Alawiyyin lain juga ada yang mengamalkan Ratib al-Kaff dan Ratib Bin Yahya. Sedangkan di kalangan ulama Jawa juga ada yang membaca susunan istighosah KH. M. Hasyim Asy'ari, yang juga guru dari KH. Romly Tamim, penyusun istighosah yang sudah populer.

A: Mengapa susunan bacaan dzikir ada yang sama dan ada perbedaan antara satu ulama dengan ulama lain? Antara Ratibul Haddad dengan Ratibul Atthas, misalnya?

Ya, ibaratnya, beliau berdua ini membangun rumah. Konsepnya sama: sebagai tempat tinggal, perlindungan diri dan keluarga, tempat berteduh dan lain-lain. Namun, ketika membangun caranya berbeda, juga susunan bahan bangunannya. Misalnya, setelah membangun fondasi, ada yang mendahulukan membangun teras dulu, kemudian dinding, membuat kamar, lantas memperkokoh bangunan belakang, dan sebagainya. Kadang, bahan bangunannya berbeda. Ada juga yang susunan pembangunannya dibalik. Ini tergantung konteks. Demikian pula dengan jumlah bacaan dalam Ratib. Dalam Ratibul Haddad, bacaan dzikir Ya Qawiyyu Ya Matin Ikfi Syarrodz Dzolimin dibaca 3 kali, kemudian La Ilaha Illallah dibaca 50 kali, ada yang hanya dibaca 7 kali seperti Ya Dzal Jalali Wal Ikrom, Amitna Ala Dinil Islam.

Sedangkan di Ratibul Atthas jumlah bacaan La Ilaha Illallah dilafalkan 40 kali, bacaan Hasbunallah wa Ni'mal Wakil di Ratibul Haddad tidak ada, di Ratibul Aththas dibaca 7 kali. Jadi, ada perbedaan komposisi bacaan. Sirr alias rahasia jumlah bacaan ini hanya diketahui oleh penyusunnya yang sudah kategori seorang mursyid. Ibarat seorang dokter, dia akan memberikan resep obat beserta aturan minumnya, disesuaikan dengan kondisi pasiennya.

Wallahu A'lam Bisshawab.                                         
_Gus Rijal Mumazziq Z_

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terjemah Kitab Alala dalam Bahasa Jawa dan Indonesia

Shalawat Badawiyah Kubro (An-Nurooniyah) dan Fadhilahnya

Shalawat Tasmiyah