Waspada Media Wahabi-Takfiri


Oleh Suryono Zakka

Ada perbedaan mendasar antara ideologi Wahabi dengan Aswaja. Bagi masyarakat yang tidak paham tentang belantara online, akan mudah terperangkap kedalam media Wahabi. Mulanya berniat belajar dan menimba ilmu secara online akhirnya membaca media Wahabi, terinveksi virus radikal-takfiri.

Berikut ciri-ciri media online, buku dan tulisan yang dimotori oleh Wahabi, diantaranya:

1. Media Wahabi selalu mengagungkan Muhammad Bin Abdul Wahab (MBAW), yakni pendiri sekte Wahabi yang dipercaya pengikutnya sebagai tokoh pemberantas bid'ah. Faktanya, MBAW ini adalah tokoh takfiri yang disokong oleh dinasti Saud dan Inggris membelot pada khalifah Turki Ustmani. Setelah Turki Utsmani yang bermadzhab Sunni runtuh, MBAW mendirikan sekte Wahabi di Saudi.

Lahirnya sekte Wahabi-Saudi, ditandai dengan aksi pemusnahan situs bersejarah, makam sahabat hingga kubah makam Nabi. Ulama Nusantara kemudian mengutus delegasi Komite Hijaz yang intinya intruksi kepada Saudi agar kubah makam nabi tidak dibongkar. Komite Hijaz inilah yang kemudian menjadi cikal bakal dari lahirnya Nahdlatul Ulama. Jadi Ormas NU lahir untuk menjaga akidah Aswaja Nusantara karena keprihatinan merebaknya sekte Wahabi.

2. Tokoh sentral sekte Wahabi selain MBAW adalah Albani. Media Wahabi selalu merujuk Albani pada bidang hadits sehingga tidak heran jika media Wahabi selalu mengutip hadits dengan stempel dan garansi dari Albani. Menurut Aswaja, Albani bukanlah ahli hadits melainkan hanyalah seorang tukang bengkel jam. Tiba-tiba diagungkan oleh pengikut Wahabi setelah belajar hadits secara otodidak.

3. Media Wahabi selalu merujuk pada Tokoh Ibnu Taimiyah dan muridnya yakni Ibnul Qayyim Al-Jauziyah dalam bidang fikih. Karena kecintaan mereka kepada Ibnu Taimiyah, kaum Wahabi menjuluki junjungannya ini dengan gelar Syaikhul Islam. Menurut Aswaja, Ibnu Taimiyah ini adalah tokoh yang tidak jelas sanad keilmuannya. Banyak fatwa-fatwanya yang bertentangan dengan fatwa ulama Aswaja. Syaikhul Islam yang benar menurut Aswaja bukan dialamatkan pada Ibnu Taimiyah melainkan Syaikhul Islam Zakariya Al-Anshari dan Syaikhul Islam Ibnu Hajar Al-Asqalani.

4. Tokoh sentral lainnya yang menjadi rujukan media kaum Wahabi adalah Bin Baz, Al-Utsaimin dan Shalih Fauzan. Fatwa dari tokoh-tokoh ini senantiasa menjadi rujukan utama bagi kaum Wahabi.

5. Kaum Wahabi sangat dominan menguasai media online. Walau faktanya minoritas diseluruh dunia tapi seolah mereka besar karena menguasai media online. Media online sebagai proyek utama menyebar ideologi Wahabi keseluruh dunia. Media Wahabi di Indonesia seperti arrahmah, voa, nahimunkar, almanhaj, konsultasi syariah, kiblat, rumaisho, muslim.or.id dan website Wahabi lainnya selalu diurutan utama server pencarian google.

6. Propaganda media Wahabi untuk menipu orang awam adalah dengan label dakwah seperti jargon kembali kepada Al-Qur'an dan sunnah, ajakan hijrah atau ajakan kemanhaj salafi. Media Wahabi selalu memakai label salafi agar dikira orang awam sebagai pengikut salaf sebagaimana kehidupan rasulullah dan sahabat. Faktanya, mereka sangat menyimpang dari manhaj salaf yang sebenarnya karena menyempal dari mayoritas umat Islam. Slogan kembali kepada Al-Qur'an dan sunnah hanya sekedar kamuflase karena intinya mengajak umat Islam menjadi Wahabi.

7. Media Wahabi selalu mengklaim sebagai ahlussunnah atau pengikut sunnah. Label sunnah selalu mereka agungkan agar dikira sebenar-benar pengikut sunnah rasulullah padahal mereka adalah pengikut sunnah Muhammad Bin Abdul Wahab. Kerancuan pemahaman Wahabi diantaranya mengagungkan hal yang tidak pokok namun mengabaikan hal yang pokok dan mendasar. Kita bisa lihat banyaknya ustadz Wahabi di Indonesia selalu menuduh sesat dan kafir pada hal-hal yang bersifat furu'iyah bahkan tak lupa selalu berkata-kata kasar, umpatan dan cacian kepada kaum Aswaja.

8. Kaum Wahabi adalah kaum yang sangat tekstualis-literalis. Memahami ajaran Islam secara tekstual, kaku dan dangkal sehingga kerap melontarkan jurus sesat, kafir, ahli bid'ah dan tempatnya dineraka. Menyimpulkan hukum secara serampangan sehingga menghukumi sebuah permasalahan hanya bermodalkan satu ayat atau satu hadits. Tidak menyelesaikan permasalahan secara komprehensif sehingga menyelesaikan masalah tambah masalah.

9. Kaum Wahabi berakidah trinitas tauhid yakni akidah karya Ibnu Taimiyah berupa akidah uluhiyah, rububiyah dan aswa' wa sifat. Akidah semacam ini tidak dikenal dalam akidah Aswaja sehingga akidah ini adalah hasil karya dan penemuan Ibnu Taimiyah yang sangat spektakuler. Seluruh media Wahabi selalu menjajakan dan mempromosikan akidah trinitas tauhid ini.

10. Media Wahabi selalu mengkampanyekan akidah mujassimah atau akidah musyabihat yakni menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluk seperti Allah menduduki tempat (dilangit), Allah memiliki tangan dan sebagainya. Berbeda dengan akidah Aswaja, berakidah tanzih yakni berkeyakinan bahwa Allah tidak serupa dengan apapun, Allah tidak bertempat dan tidak berarah, sehingga sangat menolak akidah Mujassimah ala Wahabi.

11. Sekte Wahabi di Indonesia sangat gencar menyebarkan proyek Wahabisme dengan memperbanyak penerjemahan karya-karya ulama kedalam bahasa Indonesia. Akibatnya, banyak buku-buku terjemahan bergenre agama dan berlabel dakwah namun bercita rasa Wahabi. Karya ulama Sunni diberbagai belahan dunia tak luput dari penerjemahan dan pensyarahan (penjelasan) dari kaum Wahabi sehingga hasil penerjemahan dan pensyarahan sangat menyimpang dari karya aslinya karena telah terkontaminasi tangan Wahabi.

12. Selain media online dan buku-buku bermerek dakwah, kaum Wahabi juga gencar menjual produk Wahabisme melalui tv diantaranya rodjatv, wesaltv, Ihsantv dan tv merek sunnah lainnya. Melalui media tv ini, banyak kaum Aswaja yang menjadi korbannya. Semula taat melaksanakan tradisi Aswaja kemudian berbalik arah membenci hingga memusuhi tradisi Aswaja.

13. Kaum Wahabi sangat benci jika disebut sebagai Wahabi sebab mereka paham tentang kisah kejahatan moyangnya yakni MBAW yang juga diketahui kejahatanya oleh ulama Aswaja sejak dahulu. Jadi julukam Wahabi adalah murni julukan dari ulama Aswaja bukan karena kebencian melainkan sebagai pembeda antara Aswaja dengan Wahabi karena Wahabi telah menyempal dari barisan mayoritas umat Islam. Kaum Wahabi sangat suka jika dijuluki sebagai salafi karena merasa sebagai pengikut salaf asli, muwahhidun atau muwahhidin yang berarti kaum pemurni tauhid. Untuk menyangkal bahwa pelaku kejahatan yang berpaham ekstrim-radikal dimasa dulu bukan Muhammad Bin Abdul Wahab (MBAW), biasanya pengikut Wahabi akan berdalih bahwa pelaku kejahatan tersebut adalah Abdul Wahab bin Abdirrahman bin Rustum.

Demikian ciri-ciri ideologi, karakteristik dan media corong Wahabi yang wajib diwaspadai oleh kaum Aswaja. Semoga tidak tersesat saat 'berselancar' dimedia online. Pastikan media Aswaja selalu menjadi rujukan agar tetap moderat, tidak radikal dan tidak menjadi bagian dari terorisme.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terjemah Kitab Alala dalam Bahasa Jawa dan Indonesia

Shalawat Badawiyah Kubro (An-Nurooniyah) dan Fadhilahnya

Shalawat Tasmiyah