Shalih Tanpa Khilafah


Oleh Suryono Zakka

Bagi kaum khilafah, menjadi orang shalih harus menegakkan khilafah. Tanpa khilafah, umat Islam tidak akan kaffah dalam beragama, hidup dalam kekufuran dan mati dalam kejahiliyahan. Dengan doktrin itu, kaum khilafah sangat benci dengan sistem demokrasi karena demokrasi adalah perwujudan dari penyembahan berhala.

Karena khilafah adalah keniscayaan menurut kaum khilafah, dimanapun mereka berada akan senantiasa menebarkan teror untuk menghancurkan sistem demokrasi yang menurut mereka adalah sistem thaghut-syaithaniyah. Membuat propaganda, agitasi, infiltrasi ideologi hingga puncaknya adalah revolusi-kudeta. Inti utama adalah agar negara kacau dan impian negara khilafah bisa segera ditegakkan.

Jika kita teliti, tak ada satupun ayat Al-Qur'an dan hadits yang memerintahkan untuk mendirikan negara khilafah. Konsep khilafah hanyalah tafsir gagal Taqiyudin Nabhani yang tidak laku dinegara manapun. Negara-negara Arab yang kerap diidentikkan dengan kentalnya nuansa Islam, tak satupun tertarik dengan tafsir kaum khilafah ala Nabhani.

Khilafah tak ada kaitannya dengan keshalihan, keimanan dan keislaman seseorang. Konsep khilafah bukan bagian dari Rukun Islam dan Rukun Iman. Keislaman dan keimanan seseorang tak akan batal hanya karena tidak menegakkan khilafah.

Orang yang memiliki sifat shalih (مصلح: muslih) berarti orang yang terhindar dari kerusakan dan keburukan (mafsadat). Amal shalih berarti amal atau perbuatan yang tidak merusak sehingga membawa kebaikan. Kata shalih berasal dari kata صلح (shaluha) yang berarti kemanfaatan sehingga orang yang shalih tak hanya mampu mencegah kerusakan tapi juga memberikan kemanfaatan (مصلحة: maslahah) bagi orang-orang yang ada disekitarnya.

Dalam Islam, keshalihan dapat berdimensi spiritual dan sosial. Keduanya harus dikejar. Tak cukup hanya shalih spiritual namun mengabaikan tugas sosial dan tak cukup mengejar keshalihan sosial dengan mengabaikan kewajiban spiritual yakni ibadah.

Yang jadi masalah ketika kaum khilafah berbicara tentang keshalihan. Mengklaim dirinya sebagai orang shalih dengan mendikte keshalihan manusia lainnya. Mengira bahwa keshalihan harus menegakkan khilafah. Mengira diri sebagai orang shalih karena telah mengkampanyekan mimpi khilafah.

Jauh sebelum antek dan anak-anak khilafah lahir, tokoh pendiri bangsa ini telah memikirkan dan berkontribusi besar dalam membentuk negara tanpa bernafsu mendirikan boneka khilafah. Mereka sangat matang memformat sebuah negara yang damai dalam konsep Darussalam bukan negara berembel-embel syariah atau negara Islam (Darul Islam).

Dengan berpedoman pada kaidah fikih, تصرف الا مام على الراعية منوط بالمصلحة (tasharruful imam 'alarra'iyyah manuthun bil mashlahah) yakni kebijakan pemerintah atas rakyat harus berdasarkan kemaslahatan, maka konsep negara bangsa atau negara demokrasi tidak bertentangan dengan prinsip agama. Pancasila senafas dengan ajaran Islam bahkan Pancasila mampu mendamaikan antara agama, negara dan budaya secara dialogis-relasional.

Para ulama paham bahwa menjadi negara yang maslahah, negara yang membawa kemanfaatan dan perdamaian tak harus memaksakan membentuk negara syariah. Tanpa label syariah, negara ini sudah mampu mewujudkan kemaslahatan karena penduduknya mampu beramal shalih. Justru, dengan memaksakan negara syariah ala kaum khilafah dalam realitas masyarakat yang plural maka yang akan timbul adalah kerusakan dan perpecahan.

Sebagaimana antek-antek khilafah ini, sepanjang negara Pancasila tegak berdiri maka mereka akan terus merongrong negara. Sebelum NKRI tumbang maka mereka akan terus menyebarkan virus kerusakan dan menjadi benalu dalam kehidupan bangsa. Tiada kata lain, menghentikan virus penyebarannya dan membasmi hingga keakar-akarnya adalah keniscayaan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terjemah Kitab Alala dalam Bahasa Jawa dan Indonesia

Shalawat Badawiyah Kubro (An-Nurooniyah) dan Fadhilahnya

Shalawat Tasmiyah