Mendunia Bersama Islam Nusantara


Menguatnya Islam Nusantara di Indonesia dari ancaman gelombang radikalisme sebagai bukti bahwa Indonesia semakin mendunia. Islam Nusantara sebagai proteksi dari kelompok radikal-intoleran yang digawangi NU bukan hanya dibutuhkan oleh Indonesia tapi juga solusi bagi masyarakat dunia. Bukan hanya untuk dunia muslim tapi juga dibutuhkan semua masyarakat dunia yang merindukan perdamaian.

NU sebagai basis keulamaan nusantara akan terus konsisten menebarkan Islam Rahmat dan Islam Rahmah yang berkarakter nusantara sebagai amanah dan warisan meneladani akhlak nabi. Melanjutkan tugas dakwah nabi yang penuh cinta. Melawan kaum pembajak Islam yang menampilkan karakter beringas, bar-bar, anti toleran dan takfiri.

Relasi yang semakin baik dan patut diapresiasi bagi kita sebagai langkah membangun peradaban Indonesia menjadi mercusuar dunia adalah titik temu antara umara dan ulama atau relasi antara pemerintah dan agamawan. Beratunya tokoh nasionalis dan agamis merupakan ciri ideal masyarakat yang beperadaban tinggi yang disebut masyarakat Madani. Masyarakat yang agamis dengan tetap mencintai budaya, masyarakat yang berbudaya dengan tetap berpijak pada nilai-nilai syariah.

Diakomodasinya ulama dan kaum santri dalam hal ini menjadi pemimpin negara, semakin membuka akses yang lebih besar bagi memasyarakatkan nilai-nilai Islam keindonesiaan yang berpijak pada konsep Islam Nusantara. Islam yang memiliki karakter dan ciri khas masyarakat nusantara. Tidak liberal dan tidak pula radikal. Agamis plus nasionalis.

Dengan diakomodasinya ulama atau tokoh kaum santri maka otomatis pusat dan sumber nilai-nilai Islam Nusantara itu ada di Pesantren. Ya, Pesantrenlah yang selama ini berjasa besar dalam memproduksi kader-kader yang handal dalam membangun bangsa. Mencetak manusia religius dengan tetap berkarakter nusantara. Cinta agama dan cinta tanah air, satu paket sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan.

Kepedulian pemerintah terhadap Islam, ulama dan kaum santri telah dibuktikan secara nyata.  Bukan hanya kamuflase atau tebar pesona. Diresmikannya hari santri nasional, direkrutnya kaum santri menjadi pemimpin bangsa, diperhatikannya kehidupan pesantren dengan alokasi dari pemerintah, pesatnya pertumbuhan ekonomi berbasis syariah hingga yang terkini akan dibukanya 1000 Balai Latihan Kerja di Pesantren adalah upaya pemerintah mengakomodasi kepentingan umat Islam. Umat Islam yang ideal dan tidak diragukan lagi abilitas, kapasitas dan kapabilitasnya adalah mereka yang dicetak dari Pesantren. Bukan yang mendadak religius dimusim kampanye, mendadak santri, mendadak ustadz, mendadak ulama hingga gelar kehormatan mendadak wali sebagai shahibul karamah wal ma'unah.

Hambatan dan tantangan menyatukan dua kekuatan besar yakni umara dan ulama atau kaum nasionalis dan kaum santri jelas tidak mudah. Pemerintah dihantam sana-sini dengan tujuan merusak dua kekuatan tersebut. Kaum perusak sadar bahwa jika dua kekuatan tersebut menyatu maka Indonesia akan menjadi ancaman besar bagi mereka.

Kaum perusak yang berupaya memisahkan antara umara dan ulama diantaranya adalah mereka yang anti nasionalisme dan anti Islam moderat. Anti nasionalisme seperti HTI dan kroco-kroconya yang meneriakkan jargon khilafah sedangkan anti moderatisme seperti Wahabi-Takfiri dan kaum yang menampakkan mereka sebagai kaum jihadis.

Untuk membendung kelompok intoleran anti nasionalisme dan anti moderatisme, pemerintah terus menggandeng Pesantren seolah memegang erat kekuatan pesantren dan tak pernah lepas. Pemerintah bahu membahu bersama ulama dan kaum santri membendung kaum perusak tersebut. Usahanya adalah menetapkan Khilafahisme HTI sebagai ormas terlarang dan menebarkan Islam Rahmah yang bercirikan Washatiyah (moderatisme) untuk menumpas Wahabisme.

Sepanjang NKRI dan Islam Nusantara yang diprakarsai NU terus ada, maka kelompok-kelompok anti nasionalisme dan anti moderatisme tersebut akan tetap ada walau menjelma menjadi hantu gentayangan. Wujudnya sembunyi-sembunyi, menebar kebisingan dan teror tapi wujudnya bak arwah penasaran. Sulit dipercaya tapi fakta.

Bagaimana upaya pemerintah dan kaum santri menumpasnya? Berantas habis tak bersisa, jangan diberi panggung dan tangkap pentolan-pentolannya. Selama gembongnya ada dan enjoy "bernyanyi" dengan jurus-jurus bid'ah, kafir, musyrik dan thaghut maka pengikutnya akan tetap ada. Mangsanya adalah muslim karbitan, merk instan dan minim keagamaan.

Baca juga: Memperebutkan NU di Pilpres 2019

Untuk mewujudkan cita-cita bangsa menjadi pusat peradaban dunia, tiada lain yakni harus terus menyatu antara umara dan ulama. Terus berbagi tugas bersama-sama secara dialogis-mutualisme. Umara menggelorakan semangat nasionalisme dan optimisme sedangkan ulama menggelorakan semangat toleransi, perdamaian dan moderatisme.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terjemah Kitab Alala dalam Bahasa Jawa dan Indonesia

Shalawat Badawiyah Kubro (An-Nurooniyah) dan Fadhilahnya

Shalawat Tasmiyah