Menurut BIN, Wahabi adalah Sumber Radikalisme


Oleh Eddy Santry 

Faham radilakalisme dan tindakan terorisme adalah dua hal yang berpotensi besar saling berkaitan. Badan Intelijen Negara (BIN) mengungkapkan bahwa saat ini tak bisa ditampik faham-faham radikalisme tumbuh subur di Indonesia. Dan menurut BIN, salah satu sumber faham radikalisme adalah Wahabi.

Kepala Subdirektorat Kontraterorisme Wilayah Barat BIN, Kombes Deden, dalam diskusi di Polda Metro Jaya, Kamis (24/5/2018) sedikitnya ada tiga hal pemahaman agama yang keliru sebagai pemicu radikalisme dan terorisme. Ketiga hal tersebut menurut Deden adalah biang keladi aksi terorisme di tanah air.

“Perlu dicatat bahwa kesemuanya ini hanya tiga permasalahan yang menjadi biang keladi dari terorisme di Indonesia. Yang pertama, pemahaman jihad, pemahaman takfir, yang ketiga pemaknaan thogut,” papar Deden.

Deden menuturkan, saat ini banyak yang keliru memaknai arti Jihad. Menurut Deden,sekelompok orang telah mempersempit dari pengejawantahan makna Jihad yang sesungguhnya. Bagi kelompok teroris, makna jihad itu dipersempit hanya menjadi jihad qital (perang).

“Dalam pemikiran mereka, Jihad hanya sebatas qital atau perang. Padahal menyingkirkan duri yang berpotensi melukai orang di jalanan juga termasuk Jihad,” tuturnya.

Kedua adalah pemahaman Takfir (takfiri) yang menurut Deden juga telah dipersempit makna tetapi diperluas dalam sikap para teroris. Pemahaman Takfiri ini membuat para teroris beranggapan bahwa semua orang yang tidak sehaluan atau berbeda faham layak untuk dibunuh.

“Bagi para teroris, semua orang yg berseberangan faham dengan dia adalah halal darahnya dan pantas untuk dibunuh,” urai Deden.

Dan yang ketiga menurut Deden adalah memperluasnya makna Toghut dalam pemikiran para teroris. Pemaknaan toghut telah diperluas dengan sesuka hati sehingga bahkan beberapa pejabat dan instusi negara dianggap sebagai toghut oleh mereka.

Deden juga memaparkan bahwa berkembangnya faham radikalisme dan aksi terorisme berawal dari dalam dan luar negeri. Kedua produk lokal tersebut adalah faham NII dan dari luar adalah faham Wahabi.

“Produk lokal dari faham Negara Islam Indonesia Kartosuwiryo. Kemudian faham luarnya dari salafi, jihadi. Yang awalnya dari wahabi. Salafi kemudian jadi wahabi. Kemudian ada salafi, jihadi dalam perkembangannya,” pungkas Deden

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terjemah Kitab Alala dalam Bahasa Jawa dan Indonesia

Shalawat Badawiyah Kubro (An-Nurooniyah) dan Fadhilahnya

Shalawat Tasmiyah