Ber-Islam dan Ber-Indonesia


Islam Indonesia adalah bertemunya kemuliaan ajaran Islam dengan nilai kearifan lokal bangsa Indonesia itu sendiri, baik teologi, spiritual atau mitos yang terbangun sejak dulu kala.

Sejarawan Agus Sunyoto menyebutkan bahwa pada dasarnya keyakinan yang dianut masyarakt Jawa kuno adalah menyembah  "Sanghyang Ta" yang bermakna hampa, kosong, atau awang uwung. Kata Awang Uwung memiliki makna "ada tetapi tidak ada, tidak ada tetapi ada".

Jika kita cermati maka ajaran tauhid Islam berbanding lurus dengan pandangan teologi masyarakat Indonesia dulu. Allah yang wujud tetapi tidak bisa dilihat oleh kasat mata, sama dengan "Sanghyang Ta" yang bermakna awang Uwung tadi.

Diduga kuat salah satu penyebab keberhasilan Wali Songo dalam berdakwah adalah ajaran Islam memiliki konstruksi ketauhidan yang sama dengan masyarakat Jawa dulu.

Berjalan dengan lamanya waktu, terjadilah peleburan ajaran Islam dengan budaya Nusantara. Seseorang yang sholat menggunakan sarung akan sulit dibedakan mana ajaran Islam dan budaya lokal. Karena sarung sudah identik dengan Islam meski sebenarnya sarung adalah budaya Indonesia.

Maka biarkan potret Islam Indonesia seperti itu sejak dulu sampai sekarang. Ajaran yang mementingkan substansi bukan simbol, "Al-Ibrah fil Islam biljauhar la bilmadzhar". Islam yang bersongkok, berblangkon, dan bersarung yang santun akan lebih indah daripada bersorban berjonggot tapi marah-marah dan provokatif.

Wallahu A'lam

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terjemah Kitab Alala dalam Bahasa Jawa dan Indonesia

Shalawat Badawiyah Kubro (An-Nurooniyah) dan Fadhilahnya

Shalawat Tasmiyah