Mengapa Kaum Aswaja Hobi Tawasul dan Tabaruk?


Para ahli thoriqoh shufiyyah, sangat senang, "doyan", dan cinta berwashilah, tawassul dan tabarruk serta ziarah, dan itu diyakini bagian dari Ibadah. Khususnya dalam berdoa, mereka senantiasa bertawassul sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah, Sahabat, Tabi'in, Aulia dan Ulama-ulama pilihan. Semua pengamal thoriqoh dan para ahli ma'rifah mengamalkan washilah, tawassul, tabarruk dan ziarah serta menjadikannya karakteristik dari amalan mereka. Hal ini merupakan perintah Allah 'Azza Wa Jalla dan Sunnah Rasulullah yang tidak diragukan lagi kehujjahannya.

Bagi mereka (golongan anti washilah, tawassul, dan tabarruk serta ziarah), mengaggap hal tersebut sebagai perbuatan yang mendekati syirik "mensyiratkan" Tuhan. Disinilah sempit dan dangkal serta bodohnya, mereka yang mengangggap pandangan demikian. Justru mereka pengamal washilah, tawassul dan tabarruk serta senantiasa ziarahlah yang memiliki tauhid murni, benar dan bersih dari kemusyirkan. Kenapa demikian ? karna mereka mencintai amalan tersebut, telah memahami hakikat tauhid yang sebenarnya. Mereka menyembah dan berdoa kepada Allah semata secara hakiki dan memuliakan serta mengagumi orang-orang shalih dan sesuatu yang memang diperintahkan Allah untuk memuliakannya. Itulah makna tauhid yang hakiki, meskipun secara lahiriah terkesan ada sebab-akibat dan peran kehambaan tapi bathinnya tidak syak lagi bahwa Allah lah yang memberi bekas.

Mereka - ahli thoriqoh - menghadap, tunduk dan sujud di depan Ka'bah 'Baitullah' tapi mereka bukan menyembahnya, melainkan menyembah Allah (Pemilik Baitullah) Yang Maha Nyata. Mereka berikhtiar bekerja mencari nafkah untuk hidup tapi mereka meyakini bahwa yang memberi rezeki bukanlah pekerjaan tapi Allah. Pekerjaan lah yang berhajat kepada Allah agar memberikan manfaat dan mendatangkan rezeki. Mereka makan obat tatkala sakit tapi mereka meyakini bahwa yang menyembuhkan hanya Allah semata. Obatlah yang berhajat kepada Allah agar dapat menyembuhkan. Tatkala lapar mereka makan tapi mereka meyakini bahwa Allah lah yang memberi makanan dan mengeyangkan mereka. Allah lah yang hakiki sedangkan makhluk hanya sebatas sebab dan majazi (kiasan).

Mereka pun meyakini bahwa Allah Dzat Yang Maha Mutlak tempat bergantung semesta alam. Tapi mereka memahami peran semesta alam dengan hukum-hukum Sunatullah. Itulah makna Tauhid yang hakiki. Tidak sesempit dan sedangkal yang dipahami mereka yang mengaku 'pemurni' tauhid tapi tidak memahami hukum-hukum Sunatullah dan cara berpikirnya pun kacau dan berantakan. Untuk menambah wawasan kebolehan, keutamaan dan kemuliaan berwashilah, bertawassul dan bertabarruk ini. Penjelasan yang lebih panjang penulis mengutip situs ( www.salafytobat.wordpress.com ) yang menegaskan bertapa amalan tawassul-washilah dan tabarruk adalah bagian dari ajaran dan kehidupan para Nabi dan Rasul serta para sahabat dan Ulama-Ulama Pilihan.

Marilah sekarang kita rujuk dalil-dalil khusus yang berkaitan dengan Tawassul dan Tabarruk, dengan demikian Insya Allah para pembaca lebih jelas dan mantap mengenai dibolehkannya tawassul / tabarruk ini. Sementara ada orang memandang washilah/tawassul dan tabarruk hal yang dilarang dan dikategorikan sebagai syirik. Kebanyakan mereka yang melarang minta pertolongan kepada makhluk itu atau bertawassul, karna kesalahpahaman dalam memahami dalil Firman Allah dan Hadis Rasulullah SAW yang berkenaan dengan pemaknaan tawassul, washilah dan tabarruk itu sendiri.

Dengan pengertian seperti itu mereka melarang semua macam permintaan yang ditujukan pada selain Allah Ta'ala. Padahal yang dimaksud oleh Firman Allah dan Hadis-hadis tersebut bukan seperti yang mereka tafsirkan. Rasulullah SAW mengingatkan kita agar jangan lengah, bahwa segala sebab musabab yang mendatangkan kebaikan berasal dari Allah Ta'ala. Jadi bila hendak minta tolong pada manusia, anda harus tetap yakin bahwa bisa atau tidak, mau atau tidak mau, sepenuhnya tergantung pada kehendak dan izin Allah Ta'ala. Jangan sekali-kali anda lupa kepada 'Sebab Pertama' yang berkenan menolong anda serta yang mengatur hubungan dalam kehidupan ini adalah Allah Ta'ala.

Jika Islam melarang seorang muslim minta tolong pada kepada sesamanya, atau minta tolong pada Rasulullah SAW sudah barang tentu beliau Rasulullah SAW melarang kaum muslimin minta tolong kepadanya, dan beliau tidak akan pernah mau dimintai tolong supaya berdo'a untuk lainnya. Terbukti bahwa beliau tidak pernah menolak permintaan mereka ini. Hadits-Hadits yang golongan pengingkar buat sebagai dalil tersebut, tidak bermakna kecuali memantapkan aqidah / keyakinan kaum muslimin, yaitu aqidah tauhid, bahwa penolong yang sebenarnya adalah Allah Ta'ala, sedangkan manusia hanyalah sebagai washilah/perantara.

"Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan salat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).Dan barang siapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang." (Q.S.Al Maidah : 55-56)

Kalau permintaan tolong pada selain Allah dilarang, maka akan bertentangan dengan ayat Al-Qur'an dan hadits-hadits Rasulullah yang membolehkan tawassul dan minta tolong dengan sesama manusia. Jadi minta pertolongan pada makhluk atau tawassul tersebut mustahab/boleh selama orang tersebut tidak mempunyai keyakinan/aqidah bahwa Nabi, para Wailyullah dan sebagainya tersebut dapat memberi syafa'at tanpa seizin Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terjemah Kitab Alala dalam Bahasa Jawa dan Indonesia

Shalawat Badawiyah Kubro (An-Nurooniyah) dan Fadhilahnya

Shalawat Tasmiyah