Ketika Lelah Mencari Kerja sebagai Ladang Ibadah


           
Dalam hadits Abu Barzah al Aslami ra Rasulullah beliau bersabda:

لا تزول قدما عبد يوم القيامة حتى يسأل عن أربع عن عنره فيما فناه وعن جسده فيما أبلاه وعن ماله من أين اكتسبه وفيما وضعه وعن علمه ماذا عمل فيه

“Tidak akan bergeser tapak kaki seorang hamba pada hari Kiamat, sampai ia ditanya tentang empat perkara. (Yaitu) tentang umurnya untuk apa ia habiskan, tentang jasadnya untuk apa ia gunakan, tentang hartanya darimana ia mendapatkannya dan kemanakah ia meletakkannya, dan tentang ilmunya, apakah yang telah ia amalkan”. (Hr At Tirmidz, Ad Darimi).

Dalah hadist diatas "Hartamu" ..., maka siapa yg bekerja mencari harta untuk menghidupi orang tuanya, maka dia di jalan Allah, siapa yg berkerja menghidupi keluarganya maka dia di jalan Allah, tapi siapa yg bekerja untuk bermewah-mewahan (memperbanyak harta) maka dia di jalan thaghut" (Hr Thabrani).

Selama dalam koridor pekerjaan halal dan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, sungguh hal ini bisa termasuk jihad di jalan Allah. Masih banyak yg salah paham mengenai hal ini, bekerja keras dianggap sebagai bentuk cinta dunia. Tentu saja hal ini bisa dibenarkan jika hasil jerih payah pekerjaan kita hanya habis untuk berfoya-foya dan bermaksiat pada Allah.

Akan tetapi jika kita menggunakan hasil kerja untuk memberi makan anak-istri, orangtua, karib kerabat, serta menjadikan keluarga kita terjauh dari sifat meminta-minta dan mengemis pada orang lain, sungguh bekerja merupakan hal yg mulia. Ketika bekerja, tentu saja kita mendayagunakan segala keterampilan yg dimiliki untuk memberi manfaat, karena sesungguhnya Allah menyukai hambaNya yg profesional dan bekerja keras dengan keterampilan yang dimiliki:

"Sesungguhnya Allah suka kepada hamba yg berkarya dan terampil (ahli). Barangsiapa bersusah-payah mencari nafkah untuk keluarganya maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah". (Hr Ahmad)

Dalam Islam, mencari nafkah yg halal merupakan salah satu kewajiban setiap muslim, sebagaimana shalat 5 waktu, berpuasa dan berzakat.

“Mencari rezeki yg halal adalah wajib sesudah menunaikan yg fardhu (seperti shalat, puasa, dll).” (Hr Ath Thabrani, Baihaqi)

Maka amatlah zalim orang yg tidak mau bekerja mencari nafkah dengan alasan agar dapat banyak beribadah pada Allah mengikuti berbagai pengajian, forum dzikir, dan lain sebagainya, sehingga nafkah untuk keluarganya terbengkalai. Padahal nafkah yg diberikan untuk keluarga sendiri terhitung sebagai ibadah sedekah meski hanya berupa suapan makanan untuk istri dan anak, hal ini bisa memancing keridhoan Allah pada diri kita:

"Harta yg dikeluarkan sebagai makanan untukmu dinilai sebagai sedekah untukmu. Begitu pula makanan yg engkau beri pada anakmu, itu pun dinilai sedekah. Begitu juga makanan yg engkau beri pada istrimu, itu pun bernilai sedekah untukmu. Juga makanan yg engkau beri pada pembantumu, itu juga termasuk sedekah". (Hr Ahmad).

Memberi nafkah kepada keluarga hukumnya wajib dan bersedekah kepada fakir miskin hukumnya sunnah. Dan Allah lebih mencintai amalan wajib daripada amalan sunnah".
Selain memperoleh pahala yg amat dahsyat, bekerja susah payah mencari nafkah pun dapat menghapus dosa yg tak dapat terhapus oleh amalan wajib lainnya. Lantas apakah yg menghalangi kita untuk bekerja sebaik-baiknya sebagai bukti jihad di jalan Allah?

"Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu, ada yg tidak dapat terhapus dengan puasa dan shalat”. Maka para sahabat pun bertanya: “Apakah yg dapat menghapusnya, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: ”Bersusah payah dalam mencari nafkah" (Hr Bukhari).

Jadi, nikmatilah lelahnya mencari nafkah untuk keluarga, mudah-mudahan Allah meridhoi setiap langkah yg kita tapaki, setiap keringat yg jatuh, setiap pikiran, dan setiap kelelahan sendi tubuh yg kita rasakan saat bekerja.

“Barangsiapa pada malam hari merasakan kelelahan dari upaya ketrampilan kedua tangannya pada siang hari maka pada malam itu ia diampuni oleh Allah.” (Hr Ahmad).

فبأي آلاء ربكما تكذبان

"Maka nikmat Tuhanmu yg manakah yg kau dustakan.

Source: Riyadus Shalihin

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terjemah Kitab Alala dalam Bahasa Jawa dan Indonesia

Shalawat Badawiyah Kubro (An-Nurooniyah) dan Fadhilahnya

Shalawat Tasmiyah