Hukum Tarian Sufi Saat Wajd (Mabuk Cinta/Ekstase Spiritual)


Sebuah tradisi mulia dalam sejarah tarekat sufi di Mesir, Turki, Maroko, Suriah, dan lain-lain adalah bernyanyi melantunkan syair-syair cinta dan qashidah-qashidah pujian kaum sufi yang disebut dengan "insyad atau sama' sufi".

Syekh Muhammad Zaki Ibrahim menyebutkan bahwa insyad atau sama' sufi adalah rahasia kesuksesan dakwah Dzun Nun Al Mishri dan Rabi'ah al Adawiyah. Dari itu, kegiatan tersebut hingga kini menjadi rutinitas pengamal tarekat yang sedang mabuk cinta dengan Allah, Rasul, Ahlul Bait, dan para wali, diiringi aneka alat musik maupun tarian-tarian indah sebagai tanda kemutlakan tata berbahagia dan manifestasi kedamaian islam yang luar biasa.

Dalam Thariqah Maulawiyah (didirikan oleh Syekh Jalaluddin Ar Rumi-1207-1273 M), lantunan qashidah sufi diekspresikan dengan sebuah warna tarian yang bukan hanya sedap dipandang mata, tetapi juga lezat di rasa dengan kalbu yang bersahaja. Semua itu karena sastra sufi merupakan khazanah yang sangat mulia dan bukan hanya ceceran patah kata dusta yang sebatas dinyanyikan dalam lagu-lagu cengeng kawula muda.

Dalam shahih Al Bukhari dan Shahih Muslim,telah meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw, beserta para sahabat pernah ber-insyad melantunkan syair Sayyidina Abu Rawahah sebelum bertempur di medan Khandaq. Sayyidina Ammar bin Yasir ra juga ber-insyad ria saat membangun Masjid Nabawi di Madinah. Sayyidina Khalid bin Walid ra ber-insyad sambil menghancurkan berhala saat Peristiwa Fathul Mekkah. Tak ketinggalan gadis-gadis Madinah ber-insyad menyambut kedatangan Rasulullah Saw dan Kaum Muhajirin saat peristiwa Hijrah.

Bahkan dalam Kitab " 'Awarif Al Ma'arif" karya Imam Syihabuddin As-Suhrawadi, diriwayatkan bahwa Rasulullah Saw pernah bergoyang saat menikmati lantunan dan dendangan insyad seorang sahabat hingga sorban beliau terjatuh ke pundak.

Imam al Ghazali dalam Kitab "Ihya' 'Ulumuddin memfatwakan bahwasannya pelaksanaan sama' shufi yang mengundang wajd (ekstase spiritual) adalah perbuatan yang amat terpuji dan dianjurkan dalam Islam bila membawa pecandunya kepada asmara yang indah bersama Allah, Rasul dan orang-orang shalih. Imam Ghozali menambahkan bahwa kegiatan sama' dapat menggerakkan tubuh secara natural yakni bergoncang secara refleks, maupun secara manual yakni bertepuk tangan dan menari-nari.

Menari, bernyanyi, bermusik ria dan bertepuk tangan merupakan ekspresi keceriaan yang tidak pernah di cela islam, khususnya pada momen-momen yang halal seperti walimah pernikahan, acara maulid, lebaran,dan sebagainya. Tentunya sama' sufi merupakan momen terlayak untuk mengekspresikan keceriaan jiwa.

Imam Asy-Syaukani dalam Kitab "Nail Al Authar" sempat mengutip fatwa para ulama tentang diperbolehkannya sama' sufi dengan alat musik apapun. Begitu juga Imam Ghozali dalam Kitab Ihya' 'Ulumuddin menyebutkan beberapa etika sama' yang perlu diperhatikan, seperti memilih ruang dan waktu yang kondusif, memperhatikan suasan hadirin, menahan tangis,dan etika-etika lainnya.

Syekh Abdul Aziz Ahmad Manshur dalam "Khasha'ish at Tashawwuf al Islami" juga mengutip fatwa Syekh Mahmud Syaltut bahwasanya menyimak alat-alat musik dan suara-suara indah tidak boleh diharamkan begitu saja. Ia baru menjadi haram apabila digunakan untuk tujuan yang haram atau melalaikan dari kewajiban.

Adapun dalam Kitab Ghidza' Al Albab karya Syekh Muhammad bin Ahmad bin Salim As Safarini, disebutkan bahwa Imam Ahmad bin Hanbal ra pernah berkata:

"Setahuku tidak ada ada golongan yang lebih mulia daripada kaum sufi".

Seseorang bertanya," Akan tetapi mereka bernyanyi-nyanyi dan menari-nari".

Imam Ahmad menjawab,"Biarkan saja mereka bersenang-senang bersama Allah".

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terjemah Kitab Alala dalam Bahasa Jawa dan Indonesia

Shalawat Badawiyah Kubro (An-Nurooniyah) dan Fadhilahnya

Shalawat Tasmiyah