Kiai Wahab Hasbullah dituduh Masyumi sebagai Kiai PKI


Oleh Suryono Zakka

Aksi tuduh menuduh sebagai PKI yang terjadi hari ini hanyalah perulangan sejarah pahit yang pernah dialami oleh kiai dan warga NU dulu. KH. Wahab Hasbullah, tokoh sentral NU tak luput dari tuduhan sebagai kiai PKI.

Jika dulu yang sering teriak PKI adalah kelompok Islam modernis yang tergabung dalam partai Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) maka sekarang yang kerap teriak PKI adalah keturunan Masyumi atau anak didiknya. Pola pikirnya tetap sama, benci Soekarno, anti NU dan kerap membuat gonjang-ganjing pemerintahan karena dikenal sebagai produsen hoax.

Masyumi yang dulu berambisi ingin menegakkan formalisasi Islam di Indonesia kini berlanjut dengan munculnya organisasi atau gerakan radikal penerusnya. Jargon-jargon dan simbol-simbolnya sering kita lihat yakni mereka yang alergi dengan Pancasila dan selalu mendengungkan khilafah atau NKRI Bersyariah.

Betapa bencinya Masyumi kepada Kiai Wahab Hasbullah, kelompok modernis ini menuduh kiai Wahab gila jabatan bahkan mereka berstatemen: "Jika tempurung kepala Kiai Wahab ini dibuka maka akan ada gambar palu aritnya". Astaghfirullah. Sangat sadisnya perlakuan kaum ini pada kiai NU.

Kebencian Masyumi pada NU karena NU mufaraqah alias pisah dari Masyumi. NU tidak mau lagi dikibuli oleh kaum pengasong agama. NU dibawah kepemimpinan Rais Aam KH. Wahab Hasbullah keluar dari Masyumi pada 1952 karena kecewa dengan sikap politik Masyumi yang mengabaikan peran ulama pesantren. Masyumi sebagai partai yang berwajah Islam modernis tidak mau mengakomodasi kepentingan pesantren yang berbasis Islam tradisionalis.

Hadirnya NU di Masyumi hanya sebagai alat untuk mendulang suara politik. Peran besar NU di Masyumi hanya dijadikan mainan dan alat untuk meraup suara nahdliyin sebanyak-banyaknya. Masyumi selalu menang dalam pemilu namun tokoh-tokoh NU yang ada didalamnya hanya menjadi aksesoris benda mati yang tak punya kekuatan apapun. Kader-kader NU tak satupun yang mendapat jatah menteri. Kaum Masyumi benar-benar rakus kekuasaan.

Wajah kaum radikal Neo-Masyumi (HTI wa akhawatuha) hari ini tetap sama dengan moyangnya. Anti pemerintahan yang sah, teriak PKI dan bernafsu mengganti ideologi negara. Terus menerus memproduksi sampah hoax yang kian busuk. Dulu mereka memberontak pada Soekarno, sekarang mereka mau memberontak pemerintahan Jokowi.

Dulu Masyumi menggoyang pemerintahan karena terlibat pemberontakan PRII (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) yang akhirnya Masyumi dibubarkan Soekarno. Ideologi memberontak sebagaimana ciri khas kaum radikalis saat ini memang sudah diwariskan oleh pendahulunya. Bukan sesuatu yang aneh.

Jika dulu Soekarno membubarkan Masyumi maka kemarin Jokowi membubarkan HTI. Dua kelompok pemberontak yang sangat berbahaya bagi NKRI. Hanya mengulangi sejarah. Jika Masyumi membenci NU maka jelaslah jika HTI juga membenci NU. Jika Masyumi suka teriak PKI bahkan menuduh kiai NU sebagai kiai PKI maka jelas HTI juga hobi teriak PKI. Kebencian yang diwariskan. Alhamdulillah. Dua kelompok pembenci NU inipun akhirnya tumbang.

Dulu PKI-nya memang berideologi komunis, pernah masuk dalam pemerintahan Soekarno dengan kabinet Nasakomnya. PKI dihadang oleh NU dengan terwakilinya NU masuk dalam pemerintahan Soekarno. Dan akhirnya PKI tumbang karena diganyang oleh warga NU pasca meletusnya G 30 S/PKI.

Kini, PKI hadir dengan gaya baru. Komunis berbaju agamis alias bangkitnya generasi baru Masyumi yang berupaya mengganti ideologi Pancasila. Wajah baru namun ideologi usang. Jargonnya tetap formalisasi Islam dengan dalih kembali pada Piagam Jakarta, menegakkan bunyi sila "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya".

Tak perlu lagi kaget dan heran jika hari ini wajah muda Masyumi terus-menerus teriak PKI. Buat bendera PKI sendiri, cetak sendiri, sablon sendiri dan bakar-bakar sendiri. Siapa yang tak sejalan dengan agenda formalisasi syariah akan diteriaki PKI. Jadi merekalah sejatinya PKI atau PKI gaya baru, Pengasong Khilafah Islamiyah. Waspadalah!







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terjemah Kitab Alala dalam Bahasa Jawa dan Indonesia

Shalawat Badawiyah Kubro (An-Nurooniyah) dan Fadhilahnya

Karomah Habib Abdullah bin Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih Malang