Analisa Kualitas Hadits tentang Imam Mahdi dalam Kitab Muqaddimah Ibnu Khaldun
Ibn Khaldun (1332-1406) dalam kitabnya, Muqaddimah, telah merangkum catatan para ulama hadits tentang riwayat seputar Imam Mahdi. Ibn Khaldun menyimpulkan bahwa mayoritas tidak berkualitas sahih, dan hanya sedikit sekali yang bisa “diselamatkan”.
“Ada tiga orang yang akan saling membunuh tentang simpanan kalian; mereka semua adalah putra khalifah, kemudian tidak satu pun akan mendapatkannya. Akhirnya muncullah bendera-bendera hitam dari arah timur, lalu mereka akan memerangi kalian dengan peperangan yang tidak pernah dilakukan oleh satu kaum pun… (lalu beliau SAW menutur-kan sesuatu yang tidak aku ingat, kemudian beliau SAW berkata:) Jika kalian melihatnya, maka bai’atlah dia! Walaupun dengan merangkak di atas salju, karena sesungguhnya ia adalah Khalifatullah al-Mahdi.”
Riwayat ini terdapat dalam sejumlah kitab hadits seperti Sunan Ibn Majah (II/1367), Mustadrak al-Hakim (IV/463-464).
Imam al-Hakim mengklaim bahwa sanad riwayat ini sahih sesuai standar Bukhari-Muslim, meski keduanya tidak mencantumkannya dalam kitab mereka. Al-Bazzar dalam kitab Dala’il an-Nubuwwah (6/515) mengatakan riwayat ini sahih. Ibn Katsir dalam an-Nihayah fil Fitan wal Malahim (hal. 17) mengatakan hadits ini marfu’ (hadist yang disandarkan kepada Rasulullah SAW). Tapi dalam al-Bidayah wan Nihayah beliau katakana ini hadits mawquf (hadist yang disandarkan seseorang kepada sahabat, tidak sampai kepada Rasulullah) yang berhenti di Tsauban Radhiyallah anhu.
Akan tetapi Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dalam kitab al-‘Ilal (2/325) mengatakan riwayat ini dha’if. Imam Dzahabi dalam Mizan al-I’tidal (3/128) mengatakan hadits ini munkar. Yang menarik adalah ungkapan Syekh al-Albani yang mengatakan sanadnya munkar karena Abu Qilabah itu tadlis tapi matannya bisa diterima kecuali kalimat akhirnya yaitu “khalifatullah Mahdi”. Kita akan kembali ke soal istilah “khalifatullah Mahdi” nanti.
Telah menceritakan kepada kami Muhammad Ibnul Mutsanna berkata, telah menceritakan kepada kami Mu’adz bin Hisyam berkata, telah menceritakan kepadaku Bapakku dari Qatadah dari Shalih Abu Al Khalil dari sahabatnya dari Ummu Salamah isteri Nabi SAW, dari Nabi, beliau bersabda: “Akan terjadi perselisihan saat matinya khalifah, lalu seorang laki-laki akan keluar dari Madinah pergi menuju Mekkah. Lantas beberapa orang dari penduduk Mekkah mendatanginya, mereka memaksanya keluar (dari dalam rumah) meskipun ia tidak menginginkannya. Orang-orang itu kemudian membaiatnya pada suatu tempat antara Rukun (Hajar Asawad) dan Maqam (Ibrahim). Lalu dikirimlah sepasukan dari penduduk Syam untuk memeranginya, tetapi pasukan itu justru ditenggelamkan oleh (Allah) di Al-Baida, tempat antara Mekkah dan Madinah. Maka, ketika manusia melihat hal itu, orang-orang saleh dari Syam dan orang-orang terbaik dari penduduk Irak membaiatnya antara rukun dan maqam. Lalu tumbuhlah seorang laki-laki dari bangsa Quraisy, paman-pamannya dari suku Kalb, dia lalu mengirimkan sepasukan untuk memerangi mereka (orang-orang yang berbaiat kepada lelaki itu) namun mereka dapat mengalahkan mereka (pasukan yang dikirim oleh lelaki Quraisy dari suku Kalb). Alangkah ruginya orang yang tidak ikut serta dalam pembagian ghanimah perang melawan suku Kalb. Dia lalu membagi ghanimah, dan membina manusia dengan sunnah Nabi mereka dan menyampaikan Islam ke semua penduduk bumi. Ia berkuasa selama tujuh tahun, kemudian wafat dan disalati oleh kaum muslimin.”
Abu Dawud berkata, “Sebagian mereka menyebutkan dari Hisyam, “selama sembilan tahun.” Dan sebagian yang lain menyebutkan, “Selama tujuh tahun.” Telah menceritakan kepada kami Harun bin Abdullah berkata, telah menceritakan kepada kami Abdus Shamad dari Hammam dari Qatadah dengan Hadits yang sama. Beliau mengatakan, “sembilan tahun.” Abu Dawud berkata, “Selain Mu’adz menyebutkan dari Hisyam, “selama sembilan tahun.”
Sunan Abi Dawud (Hadits nomor 3737) dan Musnad Ahmad (6/316) memuat riwayat ini. Syekh al-Albani megatakan riwayat ini dha’if. Ibn Khaldun mencatat bahwa ada perawinya yang majhul (jati dirinya tak diketahui/ketidaktahuan akan perawi) dan mudallis (perawi tidak mendengar atau bertemu langsung). Persoalannya ada pada Qatadah. Syekh Arnaut mengatakan dha’if, namun Ibn Jauziy dalam al-‘Ilal (1444) mengatakan sanadnya hasan. Al-Haytsami dalam Majma’ Zawaid (7/35) mengatakan perawinya sahih.
Komentar
Posting Komentar