Apakah Pajak Bisa Menggantikan Zakat?


Oleh Kiai Ma'ruf Khozin

Ngaji Online semalam bersama para Sahabat dari PCINU Jerman ada yang menyampaikan pertanyaan terkait kehidupan di Jerman. Kabarnya biaya pajak di Jerman adalah 35% bahkan ada yang sampai 40%. Apakah dengan membayar pajak tersebut sudah tidak perlu mengeluarkan Zakat?

Saya tidak berani langsung menjawab. Ini masalah real yang berat untuk dijawab secara langsung. Cuma saya sampaikan sebuah kejadian yang saya alami saat mengikuti Munas Alim Ulama NU di Cirebon, 2012 silam.

Kala itu saya menjadi delegasi dari PWNU Jatim dan masuk di komisi Bahtsul Masail Maudhuiyah (konseptual). Pimpinan sidang saat itu langsung Katib Am Prof. Malik Madani dan didampingi oleh Wakil Katib Am KH Afifuddin Muhajir. Ada 3 sesi pembahasan yang diawali dengan pemaparan oleh Yai Afif. Kedua oleh Dr. KH. Masdar Farid dan ketiga Prof. KH Ali Mustafa Yaqub.

Entah kenapa saat pemaparan Dr. Masdar Farid tiba-tiba menyinggung soal pendapat pribadi beliau bahwa orang yang sudah membayar pajak maka tidak wajib zakat. Suasana di forum pun mulai ramai. Perdebatan cukup alot bahkan menghabiskan waktu yang seharusnya penyampaian materi ketiga Prof Ali Mustafa Yaqub soal Dakwah Amar Ma'ruf, akhirnya ulama pakar hadis itu keluar ruangan dan pamit pulang ke Jakarta, tanpa menunjukkan rasa marah dan kecewa (mungkin malam beliau sudah ada jadwal di Jakarta).

Zakat dengan pajak (Arab: Dharibah, Kharaj) dalam pandangan kebanyakan ulama adalah tidak sama. Secara khusus tentang zakat disampaikan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam ketika mengutus Sahabat Mu'adz bin Jabal ke Yaman:

ﻓَﺄَﻋْﻠِﻤْﻬُﻢْ ﺃَﻥَّ اﻟﻠَّﻪَ اﻓْﺘَﺮَﺽَ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ﺻَﺪَﻗَﺔً ﻓِﻲ ﺃَﻣْﻮَاﻟِﻬِﻢْ ﺗُﺆْﺧَﺬُ ﻣِﻦْ ﺃﻏﻨﻴﺎﺋﻬﻢ ﻭَﺗُﺮَﺩُّ ﻋَﻠَﻰ ﻓُﻘَﺮَاﺋِﻬِﻢْ

"Beritahukan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan zakat dalam harta mereka yang diambil dari orang kaya dan diberikan kepada orang fakir" (HR Bukhari)

Jadi obyek zakat dan pajak tidak sama. Zakat diambil dari harta yang mengalami hasil pertumbuhan. Sementara pajak diambil dari tanah (zaman dulu, saat ini ada pajak bangunan, pajak rumah, pajak toko dll). Pengalokasiannya pun juga beda. Dalam hadis di atas zakat hanya diperuntukkan bagi fakir miskin dan dalam Surat At-Taubah 60 yang berhak menerima zakat adalah semuanya berbentuk perorangan. Sementara pajak boleh jadi untuk pembangunan, perbaikan, gaji pegawai dan sebagainya.

Rupanya pendapat bahwa pajak secara subtansial adalah senafas dengan zakat sudah disampaikan oleh salah satu ulama dari Mesir, yakni Syekh Abu Zahrah. Menurut beliau tujuan zakat itu untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat dan sudah tercapai melalui pajak (lihat gambar).

Saya pun mencoba mencari referensi dari para Mufti Mesir yang lain, apakah sependapat dengan beliau. Ternyata hampir kebanyakan Mufti Mesir menolak, sejak Mufti dijabat oleh Syekh Hasan Ma'mun (1958 M), Syekh Jad Al-Haq (1980 M) hingga Syekh Athiyyah (1995 M) kesemuanya membedakan antara zakat dan pajak. Berikut sebagian fatwa ulama Al-Azhar:

ﻻ ﺗﺪاﺧﻞ ﺑﻴﻦ اﻟﺰﻛﺎﺓ ﻭاﻟﻀﺮاﺋﺐ، ﻭﻟﻜﻞ ﺃﺳﺎﺳﻪ ﻭﺩﻭﺭﻩ ﻭﻣﺼﺎﺭﻓﻪ، ﻭﻻ ﻳﻐﻨﻰ ﺃﺣﺪﻫﻤﺎ ﻋﻦ اﻵﺧﺮ.

"Tidak ada keterkaitan antara zakat dan pajak. Masing-masing memiliki dasar, perputaran dan alokasi. Salah satunya tidak mencukupi terhadap yang lain" (Fatawa Al-Azhar 1/175)

Di bagian lainnya:

اﻟﻀﺮاﺋﺐ ﻓﺮﻳﻀﺔ ﻓﺮﺿﻬﺎ ﻭﻟﻰ اﻷﻣﺮ ﻟﺤﺎﺟﺔ اﻟﺒﻠﺪ ﺇﻟﻴﻬﺎ، ﻭﻃﺎﻋﺘﻪ ﻓﻰ اﻟﻤﺼﻠﺤﺔ ﻭاﺟﺒﺔ، ﻭﻻ ﺗﺠﻮﺯ ﻣﺨﺎﻟﻔﺘﻪ

Pajak adalah kewajiban yang diwajibkan oleh negara untuk keperluan negara. Mematuhi pemimpin Negara adalah wajib dan tidak boleh menyelisihinya

ﻭﻗﺮﺭ اﻟﻤﺆﺗﻤﺮ اﻟﺜﺎﻧﻰ ﻟﻤﺠﻤﻊ اﻟﺒﺤﻮﺙ اﻹﺳﻼﻣﻴﺔ اﻟﻤﻨﻌﻘﺪ ﻓﻰ ﻣﺎﻳﻮ ١٩٦٥ ﻣ ﺃﻥ ﻣﺎ ﻳﻔﺮﺽ ﻣﻦ اﻟﻀﺮاﺋﺐ ﻟﻤﺼﻠﺤﺔ اﻟﺪﻭﻟﺔ ﻻ ﻳﻐﻨﻰ اﻟﻘﻴﺎﻡ ﺑﻬﺎ ﻋﻦ ﺃﺩاء اﻟﺰﻛﺎﺓ اﻟﻤﻔﺮﻭﺿﺔ

"Muktamar ke 2 dari Majma' Al-Buhuts Al Islamiyyah yang dilaksanakan pada Mei 1965 menyatakan bahwa pajak untuk negara adalah untuk kemaslahatan negara tersebut dan belum mencukupi dari kewajiban mengeluarkan zakat" (Fatawa Al-Azhar, 9/207)

Kesimpulannya, mayoritas ulama membedakan antara zakat dan pajak. Zakat adalah kewajiban dari agama dan pajak kewajiban dari negara. Jika ditanya apa ada yang menyamakan antara zakat dan pajak? Karena ini ranah Fikih sudah hampir pasti terbuka peluang beda pendapat dalam ijtihad.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terjemah Kitab Alala dalam Bahasa Jawa dan Indonesia

Shalawat Badawiyah Kubro (An-Nurooniyah) dan Fadhilahnya

Karomah Habib Abdullah bin Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih Malang