Mengingat NU, Mengenang KH. Hasyim Asy'ari
Oleh: @ziatuwel
Tahukah kamu? Saat mengandung, Nyai Halimah bermimpi melihat bulan purnama yang jatuh menimpa perutnya. Bayi yang dikandung 14 bulan itulah yang kelak dikenal sebagai Kiai Hasyim Asy'ari. Beliau lahir pada tahun 1871 dengan isyarat dari dukun bayinya, bahwa si jabang bayi itu akan menjadi orang besar di kemudian hari.
Tahukah kamu? Mbah Hasyim sudah menghapal dan menguasai kitab-kitab dasar keislaman pada usia 13 tahun, dan sudah mengajar kawan-kawan sebayanya sejak usia 12 tahun. Pada usia 15 tahun ia sudah mulai merantau untuk nyantri di berbagai pesantren. Tentu saja sambil bekerja (berdagang) seperlunya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya secara mandiri.
Tahukah kamu? Istri pertama Mbah Hasyim, yakni Nyai Chodijah, wafat beberapa hari setelah melahirkan putra pertama mereka di Mekah. Lepas 40 hari kemudian, putra bernama Abdullah itu pun meninggal, menyusul ibunya. Betapa sedih hati Mbah Hasyim kala itu.
Tahukah kamu? Selama mengaji di Mekah, Mbah Hasyim lebih banyak menghabiskan waktunya di Goa Hira untuk bertafakur, berzikir, bertilawah, dan menelaah kitab. Tujuh tahun beliau tinggal di Mekah.
Tahukah kamu? Para kiai yang tercatat menjadi murid Mbah Hasyim pada masa perjuangan ada sekitar 20.000 kiai. Pantaslah beliau dijuluki sebagai kiainya para kiai, hadhratussyaikh! Kepada mereka, beliau menularkan semangat perjuangan demi kemerdekaan bangsa.
Tahukah kamu? Tebuireng dahulu penuh kejahatan dan kemaksiatan. Bahkan Pesantren Tebuireng mula-mula didirikan di bekas kios tuna susila tempat orang menjual kehormatannya. Teratak beberapa meter yang dibagi menjadi dua petak, satu untuk mushola, satu untuk kediaman Mbah Hasyim. Beberapa bulan pertama pada tahun 1899 itu, santri Mbah Hasyim ada 28 orang.
Tahukah kamu? Selama dua setengah tahun pertama, Mbah Hasyim beserta 28 santrinya selalu siaga setiap malam. Sebab keselamatan mereka terancam oleh para penjahat, pencuri, atau begal. Sampai-sampai untuk tidur pun mereka tidak berani merapat ke dinding bambu. Sebab tiap malam ada yang menusuk-nusukkan pisau dari luar. Sejak saat itu, Mbah Hasyim minta bantuan para kiai dari Cirebon untuk mengajarkan ilmu silat selama 8 bulan di Tebuireng.
Tahukah kamu? Mbah Hasyim kerap 'nebokil kebutuhan para santri yang telat kirimannya. Beliau juga kerap 'nyangoni' para berjuang Hizbullah yang hendak berjuang ke medan tempur. Bahkan dahulu selalu ada persediaan nasi dan lauk di rumah beliau untuk menghormati 50 tamu seriap harinya. Bagi warga masyarakat sekitar, Mbah Hasyim sudah dianggap sebagai bapak kandung mereka sendiri.
Tahukah kamu? Pada masa perjuangan, Mbah Hasyim enggan diperlakukan istimewa. Misalnya jika ada jemputan ke suatu acara di wilayah Jombang dengan mobil (yang saat itu teramat istimewa). Jika tak sangat terpaksa, beliau lebih memilih naik andongnya sendiri, dan menyarankan agar mobil tersebut digunakan untuk keperluan lain yang berkaitan dengan perjuangan.
Tahukah kamu? Setiap pertengahan bulan Sya'ban sampai lebaran, digelar pasanan di Tebuireng. Mbah Hasyim mengkhususkan momen itu untuk mengaji hadits. Pada pertengahan Sya'ban tahun 1933, para kiai sepuh dari berbagai pesantren berdatangan untuk mengaji kepada Mbah Hasyim. Di antara mereka, ada guru Mbah Hasyim yang dahulu pernah mengajarnya.
Tahukah kamu? Untuk menghormati gurunya yang mengaji kepadanya selama pasanan di Tebuireng, Mbah Hasyim menetapkan suatu peraturan. Para kiai itu harus mau tinggal di rumah khusus yang disediakan Mbah Hasyim, cukup layak dan lengkap perabotnya. Mereka juga tidak boleh mencuci pakaian mereka sendiri, sebab akan dicucikan oleh pengurus pesantren. Serta mereka harus mau minta apapun kebutuhan selama tinggal di Tebuireng. Selama pasanan bersama para kiai itu, Mbah Hasyim dan gurunya saling berebut memasangkan sandal ke kaki satu sama lain.
Tahukah kamu? Mbah Hasyim adalah sosok pekerja yang giat, sistematis, dan terukur. Bahkan beliau kerap istikharah untuk keperluan pekerjaan tertentu. Beliau mulai bekerja selepas turun dari masjid, yakni pukul 06.00. Beliau mulai dengan menjabat tangan para tukang dan buruh, lalu membagikan pekerjaan kepada mereka. Yakni tentang kapan pekerjaan musti diselesaikan, berapa yang dibawa pulang ke rumah dan berapa yang dibawa oleh pekerja, serta berapa yang disedekahkan untuk penduduk desa. Beliau sangat teliti dan rinci dalam penugasan kepada para pekerja.
Tahukah kamu? Mbah Hasyim mjlai mengajar pukul 06.30 di rumah sampai pukul 10.00. Kemudian minum kopi dengan secangkir susu sapi jika tidak sedang puasa. Pukul 11.30 tidur sejenak, pukul 12.30 mengimami di masjid, pukul 13.30 mulai mengajar lagi di masjid hingga pukul 15.30. Lalu beliau memeriksa pekerjaan para pekerja, kemudian mandi. Pukul 16.00 mengimami di masjid, diteruskan mengajar di sana sampai jelang maghrib. Bakda maghrib beliau menemui tamu, bakda isya beliau mengajar sampai pukul 11.00, saat itulah beliau baru menyentuh makanan. Pukul 01.00 beliau istirahat, lalu bangun dua jam kemudian untuk qiyamullail. Seminggu dua kali, yakni Selasa dan Jumat, beliau libur mengajar dan digunakan untuk memeriksa sawah di desa Jombok, sekitar 10 km dari selatan Tebuireng.
Tahukah kamu? Mbah Hasyim adalah sosok yang istiqamah qiyamullail. Tiap malam, beliau selalu bangun shalat malam, kemudian tilawah Al-Quran. Pernah suatu kali beliau kecapekan selepas kongres Nahdlatul Ulama di Malang. Malamnya beliau tertidur bakda Isya begitu nyenyak. Pukul 03.30 malam bafu beliau terbangun, lalu segera berwudhu, shalat, dan tilawah tanpa menghiraukan makanan yang sejak siang tidak terjamah. Ketika sampai pada surah Adz-Dzariyat ayat 17-18, beliau menangis terisak. Ayat tersebut berbunyi; "Di dunia, mereka (sahabat dan pengikut Nabi Muhammad) sedikit sekali fidur di waktu malam, dan selalu memohon ampun di waktu pagi sebelum fajar."
Tahukah kamu? Mbah Hasyim sering nampak menangis saat tilawah Quran, sampai membasahi jambang dan jenggotnya. Terutama bila berkaitan dengan ayat-ayat tentang kemurkaan Tuhan bagi para pendurhaka. Pada waktu Dzuhur tahun 1943, beliau terserang demam hebat namun tetap memaksakan diri ke masjid. Ketika salah satu putranya mengusulkan agar beliau shalat di rumah sebab kondisi beliau yang parah, beliau menjawab; "Api neraka lebih panas daripada demamku." Sepulang dari masjid, kondisi beliau makin parah, dan menangis. Seorang adik perempuan menanyakan apa yang dirasakan. Mbah Hasyim menjawab, "Alangkah malu aku menghadap Tuhan dengan tangan hampa. Tiada punya amal kebajikan sedikit pun."
Tahukah kamu? Mbah Hasyim wafat pada Juli 1947 (7 Ramadan 1366), dini hari setelah sebelumnya mengalami pendarahan otak. Beliau pingsan setelah mendengar kabar banyaknya korban rakyat jelata yang jatuh saat agresi militer pertama Belanda. Beberapa hari sebelumnya, beliau sempat berkumpul bersama para ulama dan merencanakan berbagai upaya untuk menyelamatkan umat Islam Indonesia dari marabahaya. Kata beliau, "Berjuang terus tiada mengenal surut, dan kalau perlu, zonder (tanpa) istirahat."
Rahimahullah wa nafa'ana Allahu bihi wa bi 'ulumihi.
___
Kalibening Salatiga, Malam Jumat Pahing 31 Januari 2019
*Referensi: buku 'Hadratussyaikh Hasyim Asy'ari: Bapak Umat Islam Indonesia' karya Kiai Abdul Karim bin Hasyim Asy'ari. Foto: Jamiyah Kemisan, Desa Tuwel.
Sumber: https://www.ziatuwel.com/2019/01/mengingat-nahdlatul-ulama-mengingat.html?m=1
Komentar
Posting Komentar