NU adalah Pahlawan Sejati, Bukan Pahlawan Kesiangan


By Suryono Zakka

Jasa NU terhadap negeri ini tak dapat diabaikan. Mulai dari Islamisasi secara damai, memperjuangkan negeri ini dari penjajahan, turut memproklamasikan kemerdekaan hingga ikut dalam membangun bangsa. Tak salah jika NU adalah penyangga NKRI. Jika tidak ada NU maka sudah dapat dipastikan NKRI bubar. Tidak heran jika NU mati-matian membela NKRI apapun taruhannya.

NU mengakui bahwa NKRI adalah negara kesepakatan. Diperjuangkan bukan hanya satu golongan dan didirikan bukan hanya satu kelompok agama melainkan penuh ragam kebhinekaan. Atas dasar itu, maka NU menerima Pancasila sebagai dasar negara dengan penuh suka cita. Pancasila adalah fitrah sekaligus rahmat bagi bangsa Indonesia. Tak boleh diingkari dan tak boleh dikhianati.

Kesetiaan NU terhadap negeri ini bukan omong kosong dan sudah dibuktikan secara nyata, lahir dan batin. Banyak tokoh-tokoh NU baik yang tercatat bahkan lebih banyak yang tak tercatat dalam tinta sejarah sebagai pahlawan. Bagi NU, diabadikan atau tidak, tak menjadi persoalan karena keikhlasan tak membutuhkan tanda jasa dan gelar kehormatan.

Yang menjadi persoalan dan menjadi musuh besar bagi NU adalah kelompok-kelompok yang mencoba merusak negeri ini. Kelompok-kelompok pendatang dan baru kenal Islam namun berupaya merusak kebhinekaan atas nama Islam. Kelompok-kelompok anti Pancasila yang menggunakan simbol-simbol agama untuk melakukan pemberontakan, pembodohan dan hinggga penyesatan.

Kelompok inilah yang disebut sebagai pahlawan kesiangan. Mengaku sebagai pembela Islam, pembela rasulullah, pembela ulama, penegak syariah namun sikap dan karakternya tak mencerminkan sebagai pejuang Islam. Kehadirannya sedikitpun tak membawa rahmat melainkan sebagai penghujat, penebar kebohongan dan pembawa ideologi makar.

Disebut pahlawan kesiangan karena seolah hanya kelompok mereka yang memperjuangkan Islam. Seolah hanya golongannya yang membela kepentingan Islam. Diluar golongannya, dianggap anti Islam, dituduh tak paham ajaran Islam. NKRI yang sudah lama tegak berdiri, mereka anggap belum syar'i, perlu diislamkan karena masih dalam kondisi kekafiran dan kemusyrikan.

Pahlawan kesiangan itu bernama kaum khilafah. Pancasila bagi mereka adalah produk kafir-jahiliyah dan simbol thaghut-berhala yang wajib dibasmi. Maka sangat wajar dalam sepanjang sejarah NKRI, kaum khilafah terus berupaya merongrong kedaulatan negara untuk menancamkan ideologi khilafahnya. Mulai dari DI/TII, HTI hingga Khilafatul Muslimin.

Bukan hanya tidak bermanfaat kehadiran mereka bagi negeri ini namun sangat membahayakan bagi masa depan bangsa. Virusnya kian tersebar dalam ruang kehidupan. Mulai dari institusi Polri, BUMN, Lembaga Pendidikan hingga PNS/ASN, walau tak semua, sudah terpapar ideologi radikal khilafah.

Kaum khilafah adalah kaum yang buta sejarah tentang NKRI. Tidak paham bagaimana NKRI ini ditegakkan dengan susah payah oleh seluruh elemen bangsa tanpa membedakan identitas agama mereka. Pancasila adalah jalan tengah bagi persatuan bangsa. Apabila diusik dan diubah maka rusaklah persatuan bangsa ini.

Apakah mereka tidak paham bahwa negara ini bukan negara agama melainkan negara yang penduduknya beragama. Adanya ideologi Pancasila sebagai bukti bahwa negara ini sudah sangat bersyariah dan tak perlu diubah. Jika diubah menjadi negara syariah belum menjadi jaminan akan lebih baik bahkan bisa bubrah.

NU sebagai ormas moderat yang turut berkontribusi melahirkan NKRI tak pernah mempermasalahkan Pancasila karena Pancasila sebagai tuntunan bernegara yang tak bertentangan dengan syariat Islam bahkan lahir dari beberapa prinsip ajaran Islam. Dengan Pancasila, NU terus berupaya mensyar'ikan nusantara sesuai dengan konteks masyarakat nusantara yang heterogen. Jadi, bagi NU, untuk membentuk negara yang ideal sesuai ajaran Islam tak perlu menegakkan khilafah atau ideologi negara syariah.

Bagi NU, menegakkan ajaran Islam dengan cara menghayati ajaran Islam setiap pemeluknya masing-masing sehingga ajarannya diamalkan dalam setiap perbuatan. Menegakkan ajaran rasulullah bagi NU tak perlu menerapkan negara daulah atau negara syariah karena rasulullah tak pernah mewajibkan umatnya untuk membentuk negara syariah melainkan kondisional sesuai dengan konteks dan kesepakatan masyarakatnya. Cukup meneladani akhlak rasulullah dengan menabar rahmat kepada seluruh manusia apapun agamanya. Justru dengan adanya Pancasila, masyarakat Indonesia telah mencontoh rasulullah dalam mendirikan negara Madinah yang terhimpun atas kemajemukan sebagaimana NKRI. Pancasila adalah perwujudan Piagam Madinahnya bangsa Indonesia.

Jadi, hidup di NKRI tak perlu lagi menjadi pahlawan kesiangan yang berupaya memformat baru konsep negara yang sudah syar'i dan final. NU yang sudah jelas turut andil mendirikan NKRI tak pernah teriak-teriak khilafah dan ganti sistem tapi mengapa anak-anak yang baru lahir kemarin sore merasa lebih paham tentang ajaran Islam dan merasa lebih ahli dalam merumuskan negara. Aneh.

Mudah saja hidup di NKRI. Jika memang ingin tetap hidup di NKRI maka terima saja semua sistem berbangsa dan bernegara yang sudah dibuat oleh pendiri bangsa ini. Tak perlu membuat rumusan sendiri yang tak laku dan tak disukai oleh rakyat Indonesia. Jika memang tetap kukuh ingin mendirikan negara khilafah yang auto masuk surga tanpa hisab maka silakan saja buat negara yang jauh dari NKRI. Gitu aja kok repot? Tapi anehnya, kaum khilafah tetap kerasan di NKRI dan beranak pinak, padalah kata mereka negara ini adalah thaghut. Ajib!


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terjemah Kitab Alala dalam Bahasa Jawa dan Indonesia

Shalawat Badawiyah Kubro (An-Nurooniyah) dan Fadhilahnya

Karomah Habib Abdullah bin Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih Malang