Hoax dan Kejahatan Medsos
Oleh Suryono Zakka
Media sosial kita dipenuhi oleh sampah hoax yang begitu parah. Sejak dinobatkannya salah satu tokoh menjadi Ratu Hoax, maka hoax bukan lagi mitos tapi fakta yang harus kita lawan.
Melawan hoax memang tidak mudah karena ada pihak-pihak yang sengaja menyebar berita bohong dengan skenario yang matang, terorganisir dan rapi. Ada bagian yang memproduksi, bagian memutarbalikkan opini, memelintir fakta hingga bagian yang menshare yang sudah terrencana dan terkendali. Tak heran jika satu berita hoax dibagikan hingga ribuan kali. Isinya provokasi yang disebar oleh orang-orang yang karakternya sudah dapat kita perkirakan.
Kelompok penebar hoax ini juga kerap membawa agama dan simbol-simbol suci untuk melegitimasi kejahatan hoaxnya. Menebar hoax sebagai jihad, memberontak sebagai medan peperangan, melawan pemerintah yang sah dengan klaim fi sabilillah. Hoax bagi mereka adalah bagian dari ibadah, keimanan, mata pencaharian, cari sensasi karena followernya yang banyak dan cari makan.
Ciri dari berita hoax biasanya tidak rasional, menyerang pemerintah, menyerang tokoh tertentu dan tidak ada referensi yang memadai. Wajar jika berita hoax biasanya sengaja dishare oleh pihak-pihak tertentu yang memang sengaja ingin membuat kekacauan atau secara tidak sengaja dishare oleh orang-orang yang pengetahuannya rendah.
Meluasnya polusi berita hoax membuktikan bahwa bangsa kita masih belum dapat berpikir kritis. Minimnya intelegensi dan kurangnya akal sehat. Tak hanya berita hoax, viralnya postingan yang berisi propaganda, fitnah hingga penghinaan kepada seorang tokoh tertentu juga membuktikan bahwa bangsa kita masih rendah dalam memahami etika sosial atau etika bermedsos. Tak beradab.
Efek berita hoax dan tipuan medsos sangat dahsyat. Karena berita hoax, orang yang IQ-nya rendah bisa mendadak paling intelek. Orang yang semula toleran menjadi radikal dan ngamukan. Orang yang semula hormat kepada pemimpin menjadi arogan dan represif. Orang yang semula awam mendadak religius dan merasa paling ahli dalam agama. Yang semula hormat kepada ulama menjadi biadab. Yang semula cerdas menjadi idiot.
Jika hoax ini terus dibiarkan maka tidak menutup kemungkinan negara kita akan hancur. Kita sulit membedakan mana berita fakta dan mana berita palsu. Telah nampak pihak-pihak yang berupaya untuk merusak negara ini dengan memproduksi berita palsu. Mereka adalah hidden hand (tangan tersembunyi) yang berbahaya yang terus-menerus menebarkan dan konfrontasi.
Tak ada kata lain, bagi kita yang sangat cinta dengan negeri ini untuk melawan setiap pemberitaan palsu dan kebohongan. Jika dibiarkan, massifnya berita palsu bisa menjadi ukuran kebenaran dan kebenaran menjadi sesuatu yang dianggap batil.
Agar tidak terbius dan terperangkap berita palsu, perlunya kita meningkatkan ilmu pengetahuan dari sumber-sumber yang terpercaya, melakukan klarifikasi dari sumber-sumber yang lain dan meningkatkan nalar kritisisme.
Untuk membendungnya, perlu kerjasama yang kokoh diantara kita. Melawan berita hoax dengan menyebarkan berita fakta yang berimbang dan melaporkan kepada pihak terkait jika memang berita bohong sengaja dibuat dan disebarkan untuk merusak ketertiban.
Mengutip kalam KH. Mustafa Bisri, jangan diam dalam menghadapi berita bohong. Tak perlu mengalah yang menyebabkan hilangnya kewarasan karena yang waras saat ini bukan lagi untuk mengalah tapi melawan. Jika yang waras terus saja mengalah maka akan banyak manusia yang tidak waras.
Jadi musuh kita bukanlah agama yang berbeda, bukanlah suku yang berbeda dan bukan simbol-simbol kebhinekaan tapi kejahatan hoax yang diproduksi oleh bangsa sendiri untuk merusak negeri sendiri.
Komentar
Posting Komentar